PenulisKreatif.com – Buku 13 Things Mentally Strong Parents Dont Do karya Amy Morin. Mempunyai anak yang kuat mentalnya adalah impian bagi setiap orang tua. Karena seorang anak adalah generasi penerus yang kelak melanjutkan cita-cita kita. Perjuangan yang panjang akan lebih mudah dilewati oleh mereka-mereka dengan mental yang kuat. Sebaliknya, dengan mental yang lemah, kegagalan akan keberlangsungan kelanjutan cita-cita akan sulit terealisasi.
Maka, memang penting untuk memperkuat dan perbaiki mental kita untuk mempersiapkan anak, siap dalam menghadapi semua tantangan masa depannya. Kitalah sebagai orangtua yang memiliki peran terbesar untuk mengajari anak mengenai keterampilan dan nilai-nilai yang tepat dalam hidup. Tujuannya supaya anak memiliki sifat yang mandiri, bertanggung jawab, dan bahagia.
Sebagai orang tua, dalam parenting anak kita perlu memperbaiki perilaku kita sendiri untuk membesarkan anak yang kuat secara mental. Jangan sampai ada praktik-praktik pengasuhan yang sebenarnya malah dapat merusak pertumbuhan anak kita.
Bagaimana Cara untuk Membuat Anak Bermental Kuat ?
Daftar Isi
8 Cara Menguatkan Mental Anak
Dalam sebuah buku, 13 Things Mentally Strong Parents Dont Do karya Amy Morin, dijelaskan bahwa cara-caranya adalah sebagaimana berikut ini:
-
Membuat anak kita bermental kuat
Apa cara terbaik untuk membuat anak kita memiliki mental yang kuat? Jawabannya adalah dengan diri kita melakukannya sendiri. Kita sebagai orang tua harus memiliki kelakuan yang baik dan perilaku yang sehat, sehingga kita memiliki kemampuan ketika harus menurunkannya pada anak kita.
Tentu sehat secara jasmani menjadi hal yang penting, namun sehat dalam hal pikiran dan emosional juga tak kalah penting.
Saat ini, di era media sosial yang begitu kuat, banyak orang tua yang menanggapi hal yang terjadi pada anak mereka dengan bermental sebagai korban. Apakah itu baik? Tentu tidak. Orang tua dengan mental yang kuat tidak akan melakukan itu. Namun, yang mereka lakukan adalah menguatkan anak mereka dan membimbing mereka untuk menghadapi tantangan yang timbul.
Orang tua yang bermental kuat tidak akan membiarkan anak mereka menghindari tanggung jawab, apalagi meminta mereka menyalahkan orang lain. Biarkan mereka menghadapi konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Hal itu bertujuan agar mereka lebih mampu dan lebih kuat ke depannya untuk menghadapi dunia.\
Beri mereka pekerjaan rumah dan buat mereka bertanggungjawab mengerjakannya. Saat bermain pun, ajarkan mereka untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka punya. Biarkan mereka mencari penyelesaian dalam permainan-permainan yang mereka lakukan.
Jika mereka selalu tergantung pada bantuan orang tua, saat besar mereka akan lebih cenderung menyalahkan orang lain tiap kali terkena masalah.
Terakhir, ajarkan mereka tentang mana yang baik dan mana yang tidak baik. Tidak baik seperti menyalahkan orang lain, berfikiran negatif, berfikiran buruk tentang orang lain, dan lain-lain. Sedangkan yang baik adalah bertanggung jawab, dan berani mengambil tindakan.
-
Hindari mengasuh anak dengan perasaan bersalah dan ketakutan
Mungkin banyak orang tua di dunia ini yang merasa bahwa mereka bukan orang tua yang baik untuk anak mereka. Namun, perlu diketahui bahwa memiliki perasaan demikian selama pengasuhan dapat merugikan anak kita sendiri.
a. Perasaan bersalah.
Perasaan ini dapat membuat kita menuruti segala keinginan anak untuk mengobati perasaan bersalah kita. Padahal hal tersebut justru dapat membahayakan anak kita di kemudian hari.
Misalkan, kita selalu menuruti mereka makan junk food, karena sulit mengatasi perasaan bersalah ketika anak menangis merengek minta junk food. Bagaimana dengan kesehatannya beberapa tahun ke depan?
Kelola rasa bersalahmu. Bukankah kamu tidak ingin anakmu mencontoh pola pengasuhan dengan perasaan seperti itu?
b. Perasaan takut.
Jangan tumbuh menjadi orang tua yang penuh kekhawatiran dan ketakutan. Misalkan ada seseorang yang pernah memiliki trauma bahwa saudaranya tenggelam di kolam renang, sehingga ia menjauhkan anaknya yang berusia 7 tahun dari segala hal yang berbau air. Lalu suatu ketika, anak 7 tahun tersebut bermain dengan temannya dan tenggelam di kolam renang tetangga. Untungnya saat itu ia berhasil diselamatkan.
Orangtuanya pun menyadari bahwa seharusnya yang dilakukan bukanlah menjauhkan anaknya dari air dan takut berlebihan. Namun, yang harus dilakukan adalah mengenalkan dan mengajarkan anak tentang bagaimana berenang agar mereka tidak mengalami hal yang sama dengan saudara yang tenggelam tersebut.
Saat anak mulai dewasa, ajaklah mereka keluar dari zona nyamannya. Ajarkan kemandirian dan keterampilan agar mereka berkembang untuk berani keluar ke dunia luar. Terlalu protektif justru akan menjadi bumerang bagi mereka, akhirnya mereka takut dengan tantangan diluar.
-
Tetapkan batasan yang kuat pada anak
Banyak orang tua yang terlalu berlebihan dalam membesarkan anak mereka. Seperti memberikan kasih sayang berlebihan, perhatian yang ekstra, dan memanjakan anak. Mereka berpikir hal seperti ini bertujuan untuk membantu mereka lebih bahagia, dapat melawan kasus bullying di masa depan, mengatasi gangguan makan, gangguan media sosial, dan lain-lain.
Namun, ini salah. Perhatian yang berlebihan justru akan menjerumuskan anak kedepannya. Mereka akan kekurangan perasaan dan sikap empati dengan orang lain, selalu tidak puas, egois, dan keyakinan bahwa mereka tidak perlu bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu.
Terlebih lagi, jika muncul pemikiran bahwa seluruh alam semesta berputar mengelilinginya. Semuanya akan bisa dia dapatkan dengan mudah dan semuanya harus menurut padanya.
Kenalkanlah kerendahan hati pada anak. Puji mereka dengan pujian yang tepat. Ubahlah “kamu pelari terhebat yang pernah ada!”, dan ganti dengan “Upayamu terbayarkan”.
Kenalkan pula rasa syukur dan kagum agar dia tau bahwa banyak yang lebih besar dari dirinya.
Bangunlah ketentuan yang jelas dalam rumah. Tanamkan sikap dan tugas pada anak di rumah. Beri persyaratan, konsekuensi, hadiah, dan lain-lain di dalam rumah.
Nantinya anak kita akan mampu tumbuh lebih percaya diri dan mampu membuat keputusan yang lebih baik.
-
Biarkan anak mencoba mengatasi masalah dan berteman dengan kegagalannya
Mungkin masih banyak orang tua yang selalu menuntut anaknya untuk menjadi orang yang sempurna. Menuntut mereka untuk selalu sukses. Padahal kita tahu bahwa kegagalan itu pasti ada. Setiap kali anak melakukan kegagalan, orang tua akan selalu ikut campur dan cenderung mendikte.
Padahal itu tidak benar. Hal tersebut justru malah dapat merusak mental anak. Mereka akan mengembangkan sikap perfeksionis dalam diri mereka karena banyak dituntut oleh kita. Mereka akan merasa tertekan dan takut karena selalu dibayang-bayangi dengan perasaan bahwa orang lain akan menjauhi dan tidak mencintainya jika dia gagal.
Tentunya tekanan itu tidak akan baik untuk semua anak, baik itu perempuan maupun laki-laki. Jangan selalu beri kritikan. Namun berikan pujian-kritikan-pujian. Jangan memaksakan anak menjadi sempurna, karena anak bisa melewatkan sebuah fase belajar tentang “bangkit dari kegagalan”.
Mereka akan sulit untuk mengakui kesalahannya, terlebih lagi menanganinya. Hal itu akan berdampak sulitnya transisi ke masa dewasanya. Lebih kacaunya, mereka dikhawatirkan berlari ke arah hal buruk seperti narkoba, depresi, dan memiliki masalah kesehatan.
Maka, bantulah anak untuk menangani masalahnya sesuai porsinya. Berbagi kisah dan pengalaman akan menjadi hal baik untuk dilakukan.
-
Tidak melindungi anak dari rasa sakit
Sebuah kasus, Julie & Michael yang bercerai, namun mereka tidak ingin anak-anak sedih akan hal tersebut. Sehingga mereka berusaha membuat semuanya sebaik dan selumrah biasanya. Michael tetap datang untuk makan malam seperti biasanya. Apakah itu benar? Tentu tidak. Memang itu bertujuan agar anak tidak sedih, namun untuk kedepannya itu sangat merugikan.
Untuk membentuk anak yang kuat secara mental dan mampu menghadapi masa depannya, kita pun harus kuat mental dengan tidak melindungi mereka dari rasa sakit. Dalam artian, membiarkan mereka mengenal berbagai macam rasa sakit untuk membuat mereka beradaptasi dan mampu menyelesaikan masalah. Akhirnya, mereka akan merasa mereka mampu, kompeten, dan tangguh. Mereka pun akan mampu membangun harga diri mereka.
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang tidak pernah dibiarkan merasakan rasa sakit? Mereka akan selalu mencoba menghindari masalah. Mengkopi cara yang sama dengan yang orangtua mereka lakukan.
Hal serupa pun terjadi pada kita sebagai orang tua. Dengan mengakui dan mengatasi rasa sakit, kita akan lebih berempati dan memahami dunia di sekitar kita. Lebih mudah tentunya dalam menjalin ikatan sosial.
-
Biarkan anak mengenal berbagai macam emosi
Jangan mencegah anak mengenal berbagai macam emosi. Biarkan anak merasakan kesedihan maupun rasa sakit di hatinya. Saat seperti itu, mereka hanya perlu dukungan dari kita. Bukan malah interupsi agar mereka mengabaikan perasaan tersebut.
Dengan kemampuan mengelola rasa sakitnya, anak bisa lebih mampu menyelesaikan tantangan saat dewasa nanti. Mereka tidak akan takut mengambil resiko karena takut gagal, sebab mereka sudah pernah merasakan rasa sakitnya sebelumnya.
Toh mau bagaimanapun, setiap anak adalah manusia yang pasti akan merasakan bosan, kecewa, bersalah, dan lain-lain.
Menurut penelitian, anak-anak yang sedari kecil sudah pandai bergaul dan mau berbagi, mereka akan sukses di pendidikan dan pekerjaan dibanding anak yang kurang terampil dalam bersosialisasi. Hal ini tentunya menyangkut beragam rasa saat bersosialisasi.
Bagaimana cara mengenalkannya?
a. Ajak anak berbicara tentang perasaan kita dan biarkan dia juga berbicara tentang perasaannya.
b. Gunakan kosakata emosional saat berbicara dengan anak, seperti gugup, takut, senang, marah, malu, dan lain sebagainya.
c. Ajari anak tentang berdamai dengan perasaan negatif (ajarkan agar anak tidak terjebak dengan emosi negatif). Mungkin dengan menulis hal-hal yang menyenangkan bagi anak dan bertukar pikiran tentang bagaimana cara menghibur diri.
-
Disiplin VS Hukuman
Orang tua memang membutuhkan energi yang besar dalam mengasuh anak. Ketika sedang kehabisan energi dan kehilangan kesabaran, tindakan tercepat dan mudah adalah dengan berperilaku kasar (meneriakinya, menghukum, dan mempermalukan).
Konsekuensinya apa? Anak yg sering dipukul, akan memiliki masalah kesehatan mental saat dewasa, dan anak yang dipermalukan di depan umum, cenderung akan sering berbohong dan salah dalam mengambil keputusan.
Jangan fokus pada kesalahan anak sehingga kita akan cenderung menghukum, namun fokuslah pada cara mereka belajar dan berkembang. Berikan aturan yang konsisten dan konsekuensi yang logis. Lalu, hindari jalan instan. Ajari anak untuk selalu tekun. Tentu saja ini lebih sulit dibanding memberikan hukuman. Namun ini adalah pilihan terbaik.
-
Lakukan nilai-nilai yang ingin diterapkan pada anak
Sebagai orang tua, penting bagi kita untuk menyeleraskan perilaku kita dengan nilai-nilai yang akan kita ajarkan kepada anak. Karena kadang sebagai orang tua, kita mengalami masa “terdesak” dan akhirnya terjebak pada nilai yang tidak seharusnya.
Cara yang tepat untuk menanamkan nilai adalah dengan membuat misi dalam keluarga. Tulis seluruh nilai yang ingin ditanamkan pada anak. Bahas ini dengan pasangan atau seluruh orang dewasa yang ada dirumah. Pasang tulisan tersebut ditempat yang mudah dilihat. Lalu ajarkan nilai tersebut sejak dini pada anak dengan langsung mempraktekkannya.
***
Mengasuh anak memang tidak mudah. Namun dengan kita mau memperbaiki tekad dan mental menjadi lebih baik, anak akan berkembang dan tumbuh kuat serta positif dengan sendirinya.
Biarkan anak merasakan berbagai macam emosi supaya mereka belajar cara untuk menyelesaikan masalah. Tanamkan nilai-nilai yang ingin dicapai, lakukan pada seluruh orang dalam keluarga.
Apa yang harus dilakukan? Apakah kamu sering mudah ketakutan, gelisah, dan khawatir tidak bisa mengasuh anak dengan baik? Apakah kamu ingin anakmu tumbuh dengan sangat baik?
Belajarlah untuk memperbaiki mentalmu, lalu ajarkan itu pada anakmu. Lepaskanlah dia untuk mulai mengenal berbagai rasa di dalam hidup, karena tidak selamanya kamu akan bisa menunggui dan menghalangi masalah mendekatinya. Itulah pembahasan kita tentang Buku 13 Things Mentally Strong Parents Dont Do karya Amy Morin.
Ingin memiliki bukunya ? Beli disini saja